Bambang Widjojanto: Aturan Uang Pensiun Menteri-Anggota DPR Perlu Dibedakan dari ASN Biasa
JAKARTA – Pakar hukum Bambang Widjojanto menyoroti aturan uang pensiun bagi pejabat periodik seperti anggota dewan atau menteri.
Dalam wawancara di kanal YouTube Hendri Satrio Official, Bambang menegaskan bahwa aturan uang pensiun sudah ada, terutama untuk aparatur sipil negara (ASN) yang mengabdi puluhan tahun. Namun, ia mempertanyakan penyamaan aturan pensiun pejabat periodik dengan ASN.
“Nah sekarang yang mungkin orang persoalkan masa jabatan yang bersifat periodik 5 tahunan itu mestinya tidak boleh disamakan dengan masa jabatan seperti ASN,” ujar Bambang.
Bambang menilai, pejabat periodik seperti anggota dewan atau menteri yang menjabat 5-10 tahun seharusnya memiliki aturan pensiun berbeda.
Sebab, ASN mengabdi dalam jangka panjang, sehingga perlakuan terhadap perolehan uang pensiunnya tidak sama. Menurutnya, penyamaan aturan ini tidak tepat dan perlu dikaji ulang.
“Jadi orang yang punya masa jabatan periodik, jabatan politik lah sebagai menteri, sebagai anggota dewan, harusnya aturan mengenai pensiunnya beda,” katanya.
Terkait keluhan masyarakat soal anggota dewan atau menteri yang menjabat singkat tetap mendapat pensiun seumur hidup, Bambang tegas menyebut aturan semacam itu keliru.
Ia menilai aturan pensiun harus proporsional. Jika ada aturan yang memungkinkan hal ini, maka aturan tersebut harus diperbaiki.
“Itu gak benar. Kalau aturan model kayak gitu gak benar,” tegas Bambang.
Bambang menjelaskan, uang pensiun sebenarnya berasal dari potongan penghasilan pejabat selama menjabat. Ia menceritakan pengalamannya di KPK, di mana potongan gaji dikembalikan sebagai pensiun. Aturan ini harus jelas dan tidak boleh memberatkan negara.
“Kan uang pensiun itu kan sebenarnya uang dari orang itu yang disisihkan. Uangnya itu yang disisihkan. Setelah selesai uangnya itu yang tadinya disisihkan itu diberikan lagi,” ujarnya..
Mengenai hak istimewa seperti tanah untuk presiden, Bambang menyebut hal itu diatur dalam protokol presiden sebagai bentuk penghormatan. Jabatan presiden dianggap luar biasa, sehingga mendapat reward khusus. Namun, ia menegaskan, aturan ini baru berlaku sejak era Susilo Bambang Yudhoyono.
“Nah itu kan ada hak protokol presiden tuh. Presiden dianggap jabatan tidak semua orang bisa. Itu diatur di protokol presiden tuh,” katanya.
Bambang menegaskan perlunya perbaikan aturan pensiun yang tidak proporsional. Ia menilai aturan yang memberi pensiun seumur hidup untuk jabatan singkat tidak adil dan harus diganti. Proses perubahan aturan ini menjadi tanggung jawab pembuat kebijakan.
“Ganti aturannya. Itu gak benar itu aturan. Aturan pensiun itu udah jelas,” tutup Bambang.