Akbar Faizal Akui Sempat Pertanyakan Visi “Revolusi Mental” Jokowi

JAKARTA – Politikus sekaligus podcaster Akbar Faizal mengaku sempat mempertanyakan terhadap implementasi konsep revolusi mental yang menjadi salah satu visi utama Jokowi.
Menurutnya, sebagai salah satu tokoh yang terlibat dalam tim transisi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) pada 2014, revolusi mental seharusnya menjadi fondasi utama dari seluruh kebijakan pemerintahan, namun dalam praktiknya lebih banyak berfokus pada pembangunan fisik.
Dalam podcast YouTube Hendri Satrio Official, Akbar menceritakan pengalamannya saat bekerja bersama tim transisi Jokowi pada 2014.
Ia menyebut bahwa timnya, yang terdiri dari para ahli infrastruktur kelautan, darat, dan udara dari 16 perguruan tinggi ternama, merancang berbagai kebijakan dengan cermat.
“Kami merancang kebijakan infrastruktur, itu tugas saya. Dokumennya masih ada. Tapi ada satu yang membuat bingung, kenapa revolusi mental tidak tersentuh?” ujar Akbar.
Ia menjelaskan bahwa revolusi mental seharusnya menjadi “roh” atau jiwa dari setiap kebijakan, bukan sekadar pembangunan fisik seperti jalan sepanjang ribuan kilometer.
“Membangun jalan itu fisik, tapi rohnya apa? Meningkatkan taraf hidup masyarakat di jalur itu,” ungkapnya.
Menurut Akbar, ideologi membangun Indonesia menjadi inti dari visi tim transisi saat itu. Namun, ia mengatakan, fokus pada ideologi ini tidak sepenuhnya terwujud.
Ia mengutip pernyataan Rieke Diah Pitaloka, yang pernah diundang ke podcast-nya, bahwa Jokowi sempat menegur Rieke karena dianggap terlalu sering membahas ideologi.
“Teman-teman bilang, ya fisik ya fisik saja,” kata Akbar, menyayangkan minimnya penekanan pada revolusi mental.
Akbar puji kerja tim transisi
Akbar juga memuji model kerja tim transisi 2014 sebagai contoh yang ideal untuk pemerintahan.
Ia menyebutkan sejumlah nama seperti Andi Wijayanto yang merancang arsitektur kabinet bersama ahli tata negara.
Lalu, Hasto Kristiyanto yang berkonsultasi dengan ahli ekonomi untuk APBN, pajak, dan migas, serta Anies Baswedan yang melakukan riset untuk menentukan daerah yang membutuhkan bantuan.
Sementara itu, Rini Soemarno sebagai ketua tim transisi pemerintahan bertugas mengkonsolidasikan komunikasi dengan para elite.
“Model tim transisi itu bagus, harusnya dilanjutkan oleh presiden-presiden berikutnya,” tutur Akbar.
Ia menegaskan bahwa kebijakan yang dirancang pada masa itu tidak hanya berfokus pada aspek fisik, tetapi juga pada ideologi yang menjadi marwah pembangunan Indonesia.
Meski demikian, Akbar tetap mengakui pencapaian pemerintahan Jokowi, terutama pada periode pertama, di mana banyak rancangan infrastruktur yang telah disusun tim transisi masih dilaksanakan.
Namun, ia menyayangkan bahwa revolusi mental, yang seharusnya menjadi landasan utama, tidak mendapatkan perhatian yang memadai.