Politik

Hendri Satrio: Pidato Puan Maharani Soal “Garis Tangan” Singgung Wapres Gibran

  • August 16, 2025
  • 2 min read
Hendri Satrio: Pidato Puan Maharani Soal “Garis Tangan” Singgung Wapres Gibran Ketua DPR RI Puan Maharani dalam Sidang Tahunan MPR di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2025). (Dok. Istimewa)

JAKARTA – Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio (Hensa) menilai pidato Ketua DPR RI Puan Maharani dalam sidang tahunan MPR 2025 mengisyaratkan sindiran kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Puan dalam pidatonya tersebut menyebutkan bahwa demokrasi dipengaruhi oleh ‘garis tangan’, ‘campur tangan’, dan ‘buah tangan’.

“Kan Ibu Puan bilang, garis tangan, campur tangan, buah tangan. Kalau menurut saya ada dua lagi, tanda tangan dan tepuk tangan,” kata Hensa kepada wartawan, Sabtu (16/8/2025).

Menurut Hensa, pernyataan ini bisa jadi merujuk pada karir politik Gibran yang melejit dan menafsirkan ‘garis tangan’ sebagai faktor keberuntungan yang berperan besar dalam karir politik Gibran.

“Dia mungkin agak nyentil-nyentil Mas Gibran ya, dan menurut saya tuh Mas Gibran juga yang beruntung tuh garis tangannya,” ujar Hensa.

Hensa lalu menafsirkan istilah-istilah yang diungkapkan Puan dalam pidatonya. Ia menyebut ‘garis tangan’ merujuk pada keberuntungan seseorang dalam karir politik.

Sementara itu, ‘campur tangan’ diartikan sebagai adanya restu dari pihak yang memiliki kekuasaan.

“Dalam karir politik ya, seseorang itu pasti keliatan garis tangannya atau disiapkan, dan biasanya itu harus jadi, nah makanya ada campur tangan lanjutannya, campur tangan pemangku jabatan misalnya seperti rekomendasi,” ucap Hensa.

Hensa melanjutkan, ‘buah tangan’ diartikan sebagai oleh-oleh atau pemberian yang dapat menyenangkan konstituen atau pengusungnya, namun bukan dalam konteks suap.

Menurutnya, setelah semua faktor tersebut terpenuhi, barulah terjadi ‘tanda tangan’ yang menandakan restu.

“Ada campur tangan lah intinya ya. Terus kemudian juga ada buah tangan, tentu saja kan. Ada bansos dan semacam gitu. Setelah itu dia terpilih kan, tanda tangan. Terpilih,” tutur Hensa.

Analisis Hensa berujung pada interpretasi bahwa Puan tidak hanya menyinggung garis tangan atau campur tangan, tetapi juga pentingnya dukungan publik yang direpresentasikan sebagai “tepuk tangan” dari rakyat.

Hal ini mengacu pada kalimat Puan yang menyebut “demokrasi tidak berhenti di bilik suara.”

“Siapa yang tepuk tangan? Rakyat, tapi juga benar kata mbak Puan, demokrasi tak berhenti di bilik suara saja, jadi rakyat harus tetap kritis,” tutup Hensa.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *