MK Larang Wakil Menteri Rangkap Jabatan Komisaris BUMN, Erick Thohir Diminta Evaluasi

JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin mendesak Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir untuk segera mengevaluasi jabatan komisaris BUMN yang saat ini dipegang oleh sejumlah wakil menteri (wamen).
Desakan ini merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XXIII/2025 yang melarang rangkap jabatan bagi menteri dan wakil menteri.
“Dalam menyikapi putusan MK tersebut, Menteri BUMN dapat mengganti posisi komisaris yang dijabat oleh para wakil menteri,” ujar Khozin saat dihubungi, Jumat (18/7/2025).
Khozin menambahkan, para wakil menteri juga dapat secara sukarela mengundurkan diri dari salah satu posisi yang dipegang, sebagai wujud kepatuhan terhadap konstitusi.
“Atau para wakil menteri dengan sukarela dapat mengajukan pengunduran diri dengan memilih salah satu jabatan yang dijabat saat ini; posisi wakil menteri atau komisaris,” sambungnya.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menegaskan bahwa putusan MK tersebut harus menjadi acuan bagi Erick Thohir dalam menunjuk komisaris BUMN.
“Pertimbangan mahkamah dalam Putusan MK No 21/2025 atas uji materi UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara merujuk putusan Nomor 80/PUU-XVII/2019 yang isinya melarang menteri rangkap jabatan dengan jabatan publik seperti komisaris BUMN. Larangan tersebut juga berlaku bagi Wakil Menteri,” kata Khozin.
“Putusan tersebut menjadi pedoman bagi Menteri BUMN dalam menunjuk jabatan komisaris BUMN yang diisi oleh wakil menteri (Wamen),” tegasnya.
Latar Belakang Putusan MK
Putusan MK Nomor 21/PUU-XXIII/2025 yang ditetapkan pada Kamis (17/7/2025) menegaskan larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri, termasuk sebagai komisaris BUMN, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
“Dengan adanya penegasan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XVII/2019, maka terang bahwa wakil menteri juga dilarang merangkap jabatan lain sebagaimana disebut dalam Pasal 23 UU 39/2008,” tulis putusan MK.
Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 menyebutkan bahwa menteri dan wakil menteri memiliki status yang sama karena ditunjuk langsung oleh presiden. Oleh karena itu, larangan rangkap jabatan yang berlaku untuk menteri juga berlaku untuk wakil menteri.
“Dengan status demikian, maka seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU 39/2008 berlaku pula bagi wakil menteri,” demikian bunyi putusan tersebut.
Namun, dalil pemohon dalam putusan ini tidak dapat dilanjutkan karena pemohon, Juhaidy Rizaldy Roringkon, telah meninggal dunia. MK menyatakan bahwa syarat kerugian konstitusional tidak terpenuhi akibat wafatnya pemohon.
“Dengan demikian, karena pemohon telah meninggal dunia, maka seluruh syarat anggapan kerugian konstitusional yang didalilkan pemohon dalam menjelaskan kedudukan hukum yang bersifat kumulatif tidak terpenuhi oleh pemohon,” ujar Hakim MK Saldi Isra dalam sidang, Kamis.
Sorotan Publik dan Daftar Wakil Menteri
Sebanyak 30 wakil menteri aktif saat ini menjabat sebagai komisaris di berbagai BUMN. Rangkap jabatan ini menuai sorotan publik karena dikhawatirkan dapat mengurangi efektivitas kinerja dan memicu potensi konflik kepentingan.
Beberapa nama wakil menteri yang merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN antara lain:
- Taufik Hidayat (Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga) – Komisaris PT PLN Energi Primer Indonesia
- Juri Ardiantoro (Wakil Menteri Sekretaris Negara) – Komisaris Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk
- Stella Christie (Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi) – Komisaris PT Pertamina Hulu Energi
- Giring Ganesha (Wakil Menteri Kebudayaan) – Komisaris PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk
- Kartika Wirjoatmodjo (Wakil Menteri BUMN) – Komisaris Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Larangan rangkap jabatan ini diharapkan dapat memastikan fokus penuh wakil menteri dalam menjalankan tugas-tugas strategis di kementerian masing-masing, sesuai dengan tujuan pengangkatan mereka.