Trump Kenakan Bea Impor Tambahan 10% Pada Negara Anggota BRICS

Pada 7 Juli 2025, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan rencana penerapan tambah 10% tarif impor terhadap negara-negara yang dinilai mendukung kebijakan “anti-Amerika” BRICS. Pernyataan ini disampaikan melalui platform Truth Social dan ditegaskan tanpa pengecualian bagi siapa pun.
Trump menjelaskan bahwa tarif tambahan ini akan efektif per 1 Agustus 2025. Rencana tersebut merupakan kelanjutan dari kebijakan tarif balasan timbal balik (“reciprocal tariffs”) yang bisa mencapai 70%, tergantung apakah negara-negara tersebut telah menandatangani perjanjian dagang yang memadai.
Dalam pengumumannya, Trump juga memastikan bahwa surat pemberitahuan tarif akan dikirimkan kepada para mitra dagang dalam rentang 7–9 Juli, memberikan tenggat waktu bagi mereka untuk menyepakati kesepakatan dagang sebelum tarif tinggi diberlakukan.
Kebijakan ini datang bersamaan dengan berlangsungnya KTT BRICS di Rio de Janeiro, yang dihadiri oleh para pemimpin negara anggota dan penambahan anggota baru termasuk Indonesia, Iran, dan Uni Emirat Arab.
Dalam pernyataan resmi KTT, anggota BRICS mengutuk tindakan tarif sepihak yang dipandang dapat merusak rantai pasokan global serta pertumbuhan ekonomi dunia. Meski tidak menyebut AS secara langsung, mereka menyerukan perlunya sistem perdagangan multilateral yang adil.
Reaksi pasar langsung terasa: indeks saham utama Asia seperti di Jepang dan China terkoreksi sementara mata uang Asia—termasuk rupiah dan rupee—mengalami depresiasi terhadap dolar AS akibat kekhawatiran atas eskalasi tarif.
Guna meredam kekhawatiran pasar, beberapa analis menyampaikan bahwa AS saat ini tengah menegosiasikan beberapa kesepakatan perdagangan baru. Trump menyatakan kesepakatan mini sudah cukup untuk mengecualikan negara tertentu dari tarif balasan .
Sementara itu, para pejabat seperti Menkeu AS Scott Bessent dan Menteri Perdagangan Howard Lutnick mendukung strategi ini sebagai alat leverage tawar nego dagang. Namun mereka juga memastikan pengecualian mungkin diberikan bagi negara-negara yang menunjukkan kemajuan nyata dalam negosiasi.
Pengumuman ini menimbulkan ketidakpastian global, karena BRICS kini mencakup hampir setengah populasi dunia dan sekitar 40 persen output ekonomi global. Tarif tambahan ini dapat memicu meningkatnya proteksionisme global.
China dan India diwakili secara simbolis (Xi Jinping dan Putin memilih tak hadir langsung), namun tetap memonitor perkembangan ini dengan serius. Hal ini membuka kemungkinan respons negara besar lainnya terkait kebijakan perdagangan AS berikutnya .