Soal Reshuffle Kabinet, Hendri Satrio: Menteri Gaduh Berpotensi Diganti, PDI-P Tetap di Luar Pemerintahan

JAKARTA – Analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensa) menyoroti isu reshuffle kabinet pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang kembali mencuat.
Menurutnya, menteri yang kerap memicu kegaduhan publik dan gagal menjalin hubungan baik dengan pemangku kepentingan berpotensi diganti.
“Jadi indikatornya sih ini aja. Bikin gaduh sama tidak bisa memanage stakeholdernya, ada enggak menteri yang masuk ke dua kategori ini?” ujar Hensa kepada wartawan.
Hensa mencontohkan kasus pergantian Satryo Brodjonegoro dari posisi Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi yang digantikan Brian Yuliarto.
Menurutnya, Satryo diganti karena memenuhi dua kriteria tersebut.
“Yang pertama adalah Pak Prabowo itu enggak suka menteri yang gaduh. Waktu itu kan Mendikti bikin gaduh. Demo di mana-mana, kemudian ada isu bahwa bayaran kuliah UKT itu bakal naik gara-gara efisiensi. Terus yang kedua, tidak bisa memanage stakeholdernya. Waktu itu stakeholdernya Pak Menteri siapa? Ya itu karyawan di kementeriannya saja demo saat itu,” jelasnya.
Hensa juga mengungkapkan tiga alasan utama reshuffle kabinet, yakni faktor subjektif (suka atau tidak suka presiden terhadap menteri), faktor politis, dan kinerja buruk.
“Jadi yang pertama kan subjektif like and dislike. Tiba-tiba presiden jadi enggak suka sama ini orang nih. Ngeselin gitu orangnya, diganti dia. Terus kemudian yang kedua adalah subjektif politis. Ini akan dilihat ini orang kalau dia ganti secara politis mengganggu bakal mengganggu dia atau tidak. Kekuatan politik dia berkurang atau tidak, ketiga ya kinerja buruk,” paparnya.
Soal kinerja buruk, Hendri menyebut ada tiga sumber evaluasi, yaitu penilaian presiden sendiri, lingkaran terdekat presiden, dan masyarakat.
“Yang pertama adalah sumber dari dirinya sendiri yang melakukan evaluasi. Kemudian yang kedua dari lingkarannya yang memang memberikan evaluasi. Yang ketiga adalah masyarakat yang memberikan evaluasi kepada menteri-menteri ini,” terangnya.
PDI Perjuangan bertahan di luar kabinet
Di sisi lain, Hensa menilai PDI Perjuangan akan tetap berada di luar kabinet Prabowo-Gibran.
Meski isu bergabungnya PDI-P ke pemerintahan kerap muncul, ia menegaskan bahwa partai tersebut telah mendapatkan posisi strategis di luar kabinet.
“Memang tidak berada di jajaran menteri, tapi dia berada di posisi-posisi yang sudah ditempati oleh PDI Perjuangan sebelumnya. Dan itu tidak diganggu oleh Pak Prabowo kan,” ujarnya.
Ia mencontohkan, Puan Maharani tetap menjabat sebagai Ketua DPR, serta posisi PDI-P di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan sejumlah duta besar.
“Misalnya, Puan Maharani tetap jadi Ketua DPR, ya oke ada undang-undang MD3-nya, tapi faktanya tetap Puan yang menjadi ketua. Terus kemudian di BPK juga ada, Dubes juga ada,” lanjut Hensa.
Menurutnya, posisi ini tercipta berkat hubungan antara Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Prabowo yang terlihat semakin membaik saat ini.
“Ini mungkin berkah persahabatan antara Prabowo dan Ibu Megawati ya, jadi maksud saya ya memang tidak terlihat masuk ke pemerintahan, tapi kenikmatannya tidak diambil gitu oleh Pak Prabowo,” tegasnya.
Sinyal reshuffle mendekat
Hensa juga menyoroti pernyataan Prabowo saat bertemu enam pemimpin redaksi pada 6 April 2025.
Saat itu, Prabowo memberi nilai 6 untuk kinerja kabinetnya.
“Saat itu, Prabowo beri angka 6 untuk kinerja kabinetnya dan itu buat saya adalah isyarat bahwa dia belum puas terhadap kinerjanya serta kemungkinan akan mereshuffle kabinetnya,” ungkap Hensa.
Ia menambahkan, desakan publik untuk reshuffle bukan bertujuan mengganggu pemerintahan, melainkan memberikan masukan agar kinerja kabinet lebih optimal.
“Keinginan publik terhadap pergantian itu bukannya mau gangguin pemerintahan Pak Prabowo. Tapi semata-mata membedakan masukan Pak Prabowo coba deh kalau ini diganti nih menteri-menteri ini diganti, mungkin larinya lebih cepat,” tutupnya.