Riset KedaiKOPI

Donasi Impulsif vs Strategis: Menuju Kebiasaan Amal yang Berkelanjutan

  • May 20, 2025
  • 3 min read
Donasi Impulsif vs Strategis: Menuju Kebiasaan Amal yang Berkelanjutan Ilustrasi donasi. (Istimewa)

JAKARTA – Di era media sosial, donasi menjadi semakin mudah—dan semakin cepat. Hanya dengan satu klik, masyarakat bisa ikut menyalurkan bantuan untuk berbagai isu yang sedang hangat diperbincangkan. Namun, di balik kemudahan itu, muncul pertanyaan besar: apakah publik berdonasi karena kepedulian yang mendalam, atau hanya karena isu tersebut sedang viral?

Isu Viral dan Lonjakan Donasi

Hasil survei online KedaiKOPI pada Desember 2024 pada 1116 responden yang melakukan donasi di tahun 2024 menunjukkan bahwa 84% mengaku pernah berdonasi karena tergerak oleh isu yang viral di media sosial, baik melalui influencer, video emosional, maupun ajakan publik figur.

Alasan berdonasi paling utama didorong oleh rasa kasihan/simpati dengan peristiwa/musibah yang dialami (73,6%) dan merasa donasi akan lebih tepat sasaran/sangat dibutuhkan (42,1%). Fenomena ini memperlihatkan tingginya respons emosional masyarakat terhadap narasi dan visual yang kuat.

Namun, ketika ditanya tentang isu apa yang paling penting untuk diberikan donasi, mayoritas responden menyebut bencana alam (36,9%), isu Kesehatan (13,8%), kemiskinan (11,1%) dan Pendidikan (9,5%) sebagai prioritas utama. Ini menunjukkan adanya celah antara prioritas ideal dan keputusan donasi yang aktual di lapangan.

Transparansi Menjadi Kunci Rasionalisasi

Survei juga menemukan bahwa 96% responden mementingkan aspek transparansi lembaga donasi dalam memilih Lembaga/platform berdonasi seperti pemeriksaan oleh akuntan publik (96,3%) dan adanya laporan penggunaan dana donasi (96,1%). Ini menandakan adanya pergeseran dari sekadar memberi karena iba menjadi tindakan yang disertai pertimbangan rasional. 

Selain itu, 42,9% responden juga menyatakan adanya manfaat/perubahan yang dirasakan penerima donasi menjadi alasan utama bagi masyarakat untuk melanjutkan donasi disamping 27% yang kembali menekankan pada transparansi penggunaan dana/laporan donasi. Masyarakat bukan hanya ingin “menolong”, tapi juga ingin melihat dampaknya secara nyata.

Donasi Impulsif: Momen yang Perlu Dimanfaatkan Secara Etis

Donasi impulsif tidak selalu buruk. Dalam situasi darurat—seperti gempa bumi atau banjir besar—respon cepat publik sangat dibutuhkan. Di sinilah kekuatan viralitas berperan penting dalam menggalang dana besar dalam waktu singkat.

Namun, jika terlalu bergantung pada momentum viral, banyak isu penting lainnya seperti akses pendidikan, pemulihan jangka panjang, atau bantuan untuk disabilitas berisiko terabaikan karena tidak cukup “menjual” secara naratif.

Strategi Menuju Donasi yang Berkelanjutan

Lembaga filantropi, NGO, dan platform donasi perlu mulai mengedukasi publik untuk berdonasi secara strategis dan berkelanjutan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:

  • Menyediakan fitur donasi berkala dengan pilihan isu jangka panjang
  • Mengedepankan transparansi dan pelaporan rutin, bukan hanya saat viral
  • Mengangkat narasi “quiet crisis” atau isu-isu yang tidak menonjol tetapi berdampak besar

Dari Simpati Sesaat Menuju Komitmen Jangka Panjang

Donasi impulsif menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki empati yang tinggi. Namun, agar dampak sosialnya lebih besar dan merata, perlu ada dorongan menuju kebiasaan donasi yang lebih terencana, konsisten, dan berdasarkan pada kepentingan strategis.

Dalam dunia yang terus bergerak cepat dan penuh informasi, tantangannya bukan lagi hanya menggerakkan hati, tapi juga menyentuh kesadaran logis masyarakat untuk menjadi donatur yang cerdas dan berkelanjutan.

(Penulis: Ashma Nur Afifah, Head Researcher Lembaga Survei KedaiKOPI)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *