Nasional

MK Putuskan Pemerintah Tidak Bisa Laporkan Pencemaran Nama Baik

  • May 2, 2025
  • 2 min read
MK Putuskan Pemerintah Tidak Bisa Laporkan Pencemaran Nama Baik Gedung Mahkamah Konstitusi. (Foto: Istimewa)

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pasal delik pidana pencemaran nama baik atau “menyerang kehormatan” dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tak bisa lagi digunakan oleh lembaga pemerintah hingga korporasi untuk menjerat seseorang ke ranah pidana.

Hakim MK Arief Hidayat mengatakan, MK perlu memberikan penafsiran tetap terkait frasa “orang lain” dalam delik tersebut sebagai orang atau individu, bukan lembaga, kelompok orang, atau korporasi.

“Dalam kaitan ini, menurut Mahkamah agar tidak terjadi kesewenang-wenangan aparat penegak hukum dalam menerapkan frasa ‘orang lain’ Pasal 27A UU 1/2024, maka penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa yang dimaksud frasa ‘orang lain’ adalah individu atau perseorangan,” ucap Arief dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Selasa (29/4/2025).

Putusan ini tertuang dalam Perkara Nomor 105/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Daniel Frits Maurits Tangkilisan. MK menyatakan frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi, atau jabatan.”

MK menilai, frasa “orang lain” dalam Pasal 27A UU ITE tidak memiliki batasan yang jelas sehingga berpotensi disalahgunakan untuk membungkam kritik konstruktif terhadap pemerintah dan kebijakan publik.

Seusai persidangan, kuasa hukum pemohon, Todung Mulya Lubis, menyambut positif putusan tersebut. Menurutnya, putusan ini memberikan angin segar bagi kebebasan berpendapat, termasuk dalam penyampaian kritik dari publik ke pemerintah.

“Tidak semua orang punya legal standing untuk mengajukan aduan. Karena ini, kan, sifatnya delik aduan. Jadi korporasi, (lembaga) pemerintah itu seharusnya tidak punya legal standing, menurut Mahkamah Konstitusi,” ujar Todung.

Meski demikian, Todung menyayangkan MK tidak menyebutkan secara tegas bahwa tokoh publik dan pejabat juga tidak mempunyai hak gugat seperti korporasi ataupun lembaga pemerintah.

“Yang kami harapkan sebetulnya adalah tokoh publik itu juga tidak punya legal standing, tetapi tadi tidak disebutkan Mahkamah Konstitusi. Jadi, tokoh publik itu masih bisa membuat aduan terhadap apa yang disebut pencemaran nama baik atau berita bohong, atau apa yang menyerang kehormatan,” kata Todung.

Putusan MK ini dinilai memperkuat kebebasan berekspresi dalam negara demokrasi, di mana kritik terhadap pemerintah merupakan bagian dari pengawasan dan koreksi untuk kepentingan masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *