Usulan Amnesti Koruptor Picu Pro dan Kontra dari Sisi Ekonomi

JAKARTA – Usulan pemberian amnesti umum bagi koruptor dengan syarat mengembalikan seluruh aset atau dana yang dikorupsi memicu beragam tanggapan.
Pengamat ekonomi dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai kebijakan amnesti perlu diterapkan hati-hati karena korupsi termasuk kejahatan luar biasa.
Mengutip pandangan akademisi Barat, termasuk profesornya di Georgetown University, John Bailey, ia menyebut pemberantasan korupsi harus berorientasi ke depan.
“Harus ada pemafaan dan move on agar energi tidak habis mengurus masa lalu, sementara korupsi terus berlanjut,” ujarnya.
Namun, ia menekankan amnesti harus dipimpin pihak berintegritas agar tidak dipolitisasi atau dimanfaatkan kelompok tertentu, dengan syarat penyitaan aset koruptor dan keluarganya untuk negara.
“Dampaknya bagi ekonomi akan bagus karena pemberantasan korupsi ke depan bisa lebih kuat,” katanya.
Wijayanto mengakui adanya pro dan kontra. Keuntungannya, amnesti dapat menciptakan pendekatan pemberantasan korupsi yang efektif dan preventif.
Namun, tantangannya adalah potensi ketidakadilan dan penolakan dari berbagai kelompok. Ia juga menegaskan, amnesti tidak boleh dikaitkan dengan upaya menutupi defisit anggaran.
“Negara tidak boleh pragmatis mengorbankan integritas hukum demi penerimaan,” ujarnya.
Sebaliknya, Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti, menolak gagasan amnesti. Ia menilai koruptor harus menghadapi sanksi berat agar ada efek jera, seperti penyitaan harta atau hukuman mati seperti di China dan Korea.
Esther juga menyebut amnesti tidak cukup memenuhi kebutuhan negara.
“Amnesti justru membuat orang abai karena tidak ada efek jera. Tanpa itu, korupsi akan terus merugikan ekonomi negara,” katanya.
“Sekadar amnesti sampai waktu tertentu jelas tidak memadai. Harus ada hukuman tegas sebagai peringatan,” lanjutnya.
Perdebatan soal amnesti ini mencerminkan dilema antara pemulihan ekonomi, keadilan hukum, dan kebutuhan persatuan nasional.
Jika diterapkan, kebijakan ini membutuhkan pengawasan ketat agar tidak disalahgunakan dan tetap mendukung pemberantasan korupsi yang berkelanjutan.
Usulan amnesti ini digagas oleh analis komunikasi politik Hendri Satrio (Hensa). Ia menegaskan, kebijakan ini terinspirasi dari pandangan Prabowo dan bertujuan mengembalikan dana negara untuk kebutuhan rakyat.
Hensa juga menyoroti pentingnya kebersamaan dalam krisis, dengan amnesti sebagai langkah membangun tanggung jawab bersama. Hensa menekankan, pasca-amnesti, penegakan hukum harus diperketat untuk memastikan uang negara terlindungi.
“Prabowo bisa menyampaikan pesan tegas, seperti: ‘Kembalikan uangnya, saya ampuni. Tapi setelah ini, jika korupsi lagi, hukumannya jauh lebih keras.’ bisa seperti itu,” pungkas Hensa.