Bunga Surat Utang Indonesia Disebut Lebih Tinggi Dibandingkan Negara-negara ASEAN
JAKARTA – Tingkat imbal hasil atau yield surat utang Indonesia saat ini lebih tinggi dibandingkan dengan yield obligasi negara-negara tetangga. Hal ini diperkirakan akan mempengaruhi kemampuan belanja dan kesehatan kas negara di masa mendatang.
Sebagai penjelasan, imbal hasil atau yield adalah keuntungan yang harus dibayarkan oleh penerbit utang kepada investor secara berkala hingga jatuh tempo. Semakin tinggi imbal hasil, semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan oleh penerbit utang.
Berdasarkan data dari Trading Economics, imbal hasil surat utang negara Indonesia dengan tenor 10 tahun berada di kisaran 7,02 persen. Yield utang pemerintah terlihat terus meningkat sejak bulan Oktober lalu.
“Suku bunga obligasi utang ini paling tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN,” ungkap Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J. Rachbini, dalam keterangannya, yang dikutip pada Kamis (26/12/2024).
Melihat data dari Trading Economics, yield obligasi tersebut memang lebih tinggi dibandingkan dengan yield obligasi negara tetangga, seperti Thailand dengan imbal hasil 2,24 persen, Singapura 3,01 persen, Vietnam 3,07 persen, dan Malaysia 3,87 persen.
“Pemimpin di Indonesia kemaruk utang, maka tingkat suku bunga tergerak naik tidak masuk akal,” kata Didik.
Didik juga menambahkan bahwa tingginya imbal hasil obligasi pemerintah menjadi beban tersendiri bagi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Hal ini tercermin dari rasio pembayaran bunga utang terhadap anggaran belanja negara yang terus meningkat, dari 11,09 persen pada 2014 menjadi 20,10 persen pada 2024.
Kenaikan tersebut sejalan dengan posisi utang pemerintah yang terus bertambah. Berdasarkan data APBN KiTa edisi Desember 2024, nilai utang pemerintah hingga 30 November 2024 mencapai Rp 8.680,13 triliun.
Utang pemerintah meningkat sebesar 1,40 persen atau sekitar Rp 119,77 triliun dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 8.560,36 triliun.
Seiring dengan peningkatan nilai utang, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) juga tercatat meningkat. Rasio utang terhadap PDB pada bulan Desember mencapai 39,20 persen, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 38,66 persen.
“Ini merupakan praktek kebijakan dan ekonomi politik utang yang tidak sehat, mengikuti hukum politik di mana rezim memaksimumkan anggaran tanpa kendali,” ujar Didik.