Tifatul Sembiring Minta Pilkada Dievaluasi, Biaya Tinggi Dinilai Buka Celah Korupsi
JAKARTA – Politikus senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring meminta Pilkada 2024 harus segera dievaluasi. Pasalnya, hasil survei pasangan calon kepala daerah yang beredar jelang pemilihan berbeda jauh dengan hasil hitung cepat atau quick count.
“Saya setuju bahwa hal-hal yang tidak masuk akal, pilkada ini harus dievaluasi secara menyeluruh,” kata Tifatul dalam program Rakyat Bersuara iNews, Selasa (3/12/2024).
Anggota DPR RI Fraksi PKS ini juga menambahkan, penyelenggaraan Pilkada Serentak ini juga memakan biaya besar baik dari APBD mau pun biaya yang dikeluarkan seorang calon kepala daerah. Modal tersebut terkadang juga tak sebanding dengan penghasilan yang didapan jika terpilih menjadi kepala daerah.
“Banyak sekali yang enggak make sense modal keluar sampe ratusan miliar, untuk suatu wilayah. Orang calon itu mau mengeluarkan berapa pendapatan dia, kalau itung-itung dagang dia, dia tidak akan mendapatkan poin di situ,” ujarnya.
Dikarenakan penghasilan yang tak sesuai dengan pengeluaran saat mencalonkan diri tersebut, Tifatul menilai Pilkada bisa menjadi faktor pembuka celah korupsi.
“Mungkin konteksnya ke pemilu pilpres yang akan mendatang. Kalau ngga (dievaluasi) dia akan korupsi berurusan lagi dengan APH (Aparat Penegak Hukum) nanti. Jadi memang hal hal yang tidak masuk akan tadi harus didalami dan harus diperbaiki,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI Jazilul Fawaid juga mengusulkan agar pemilihan kepala daerah secara langsung di tingkat provinsi dievaluasi. Menurut Jazilul, pemilihan gubernur dapat dilakukan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi.
Ia menyatakan bahwa tingginya biaya pemilihan gubernur terlihat pada Pilkada 2024. Sebagai contoh, di Pilkada Jawa Barat, pemerintah harus mengeluarkan biaya lebih dari Rp1 triliun. Angka tersebut, kata Jazilul, sangat tinggi dan itu belum termasuk biaya pemilihan gubernur di daerah lain.
“Itu bukan anggaran yang kecil. Kalau yang Rp1 triliun itu diberikan ke salah satu kabupaten di salah satu provinsi, di NTT misalnya, itu bisa membuat ekonomi bangkit,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Kamis (28/11/2024).
Oleh karena itu, Jazil mengusulkan agar ke depannya pemilihan gubernur dan wakil gubernur dilakukan melalui DPRD masing-masing provinsi, bukan lagi dipilih langsung oleh rakyat. Sebab, otonomi daerah sebenarnya berada di kabupaten/kota, sehingga pilkada langsung cukup dilakukan di tingkat kabupaten/kota.
“Karena memang otonomi daerah itu ada di tingkat dua. Gubernur apa fungsinya?” jelas Wakil Ketua Umum DPP PKB tersebut.
Menurut Jazil, rakyat harus diberikan kesempatan untuk berpartisipasi, begitu juga kader. Namun, penggunaan anggaran juga harus diperhatikan.
“Tetapi efektivitas anggaran juga harus diperhatikan karena anggaran yang dikeluarkan sangat besar,” ungkapnya.