Haru Suandharu Siap Transformasi Pasar Tradisional Menjadi Ekosistem Bisnis Modern
Bandung – Calon Wali Kota Bandung, Haru Suandharu, berkomitmen untuk melakukan revitalisasi pasar tradisional di Bandung dengan mengusung konsep modern yang terintegrasi. Rencana besar ini bertujuan menciptakan ekosistem bisnis yang berkelanjutan dengan memperbarui pasar tradisional agar selaras dengan kebutuhan zaman.
Haru mengungkapkan bahwa salah satu inspirasinya adalah model Hallway Space Kosambi, yang berhasil mengombinasikan pasar dengan fasilitas seperti kafe dan ruang komunitas. “Memang sudah saatnya pasar-pasar di Kota Bandung untuk kita revitalisasi. Pasar harus menyesuaikan diri dengan kondisi sekarang. Saya berencana melakukan revitalisasi 27 pasar di Kota Bandung, dengan mengedepankan konsep yang disesuaikan dengan kebutuhan zaman,” ujar Haru di Hallway Space Kosambi Bandung, Minggu malam (3/11).
Haru juga menyoroti pentingnya evaluasi terhadap peran Perusahaan Daerah Pasar (PD Pasar) dalam pengelolaan pasar tradisional Bandung. Ia menginginkan model bisnis yang lebih modern dan inovatif agar pasar tradisional dapat bersaing di era yang semakin disruptif.
Revitalisasi ini, menurut Haru, akan mengutamakan pengaturan tata ruang yang terintegrasi, seperti memisahkan pasar basah dari pasar fesyen untuk kenyamanan pengunjung. Konsep “mix-use” akan diterapkan, memadukan fungsi pasar dengan kafe dan perkantoran, sehingga pasar menjadi lebih multifungsi.
“Saya berbincang dengan para pedagang, dan mereka butuh pengunjung. Artinya, kita perlu membangun ekosistem bisnis yang membuat orang tertarik datang. Harus ada tempat yang nyaman, harga barang terjangkau, ada fasilitas Wi-Fi, dan ruang yang bisa membuat orang betah. Inilah yang dibutuhkan pasar di Bandung,” jelas Haru.
Haru juga menekankan pentingnya peran pemerintah dalam mendukung ekonomi kreatif, terutama di tempat-tempat yang menjadi pusat kegiatan seperti Hallway Space. Ia menyatakan bahwa pemerintah harus mendampingi para pelaku ekonomi kreatif agar mereka merasa didukung dan memiliki ruang untuk berkembang.
“Kuncinya adalah membangun ekosistem ekonomi. Tidak cukup hanya dengan acara atau event; harus ada promosi, kolaborasi dengan pihak swasta, dan dukungan pemerintah. Ini yang disebut ekosistem bisnis,” tambahnya.
Dalam pandangan Haru, revitalisasi pasar bukan hanya untuk meningkatkan fungsinya sebagai tempat belanja, tetapi juga menciptakan ruang komunitas yang nyaman bagi masyarakat Bandung. “Selama ini pasar tradisional terabaikan, padahal potensinya besar. Inilah yang akan kita revitalisasi agar ekonomi Kota Bandung bisa berkembang lebih baik,” pungkasnya.
Dani (46), salah satu pedagang di Hallway Space, mengakui bahwa konsep pasar modern dengan ruang komunitas telah berdampak positif pada bisnisnya, Warung Makan May. “Sejak berjualan di Hallway Space, saya bisa meraih omzet hingga Rp800 ribu per hari. Apalagi jika weekend, pengunjung di sini pasti ramai sekali,” ujarnya.
Dani menambahkan bahwa konsep Hallway Space, dengan desain yang bersih, area parkir luas, dan akses internet, mampu menarik lebih banyak pengunjung. “Pengunjung bukan hanya datang untuk makan, tapi juga bersosialisasi dan menikmati suasana. Dengan fasilitas seperti Wi-Fi dan desain tempat yang menarik, mereka cenderung menghabiskan lebih banyak waktu, dan ini berdampak positif pada penjualan kami,” jelasnya.
Dani berharap agar konsep seperti di Hallway Space dapat diterapkan di pasar-pasar lain di Bandung, dengan mengedepankan kenyamanan bagi pengunjung. Menurutnya, inovasi ini akan menjadikan pasar sebagai destinasi menarik untuk belanja, bersantap, dan menikmati suasana kota, yang juga akan memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal.