JAKARTA – Lembaga Survei KedaiKOPI menemukan perbedaan menarik dalam cara publik memperoleh informasi tentang dua mantan presiden Indonesia, Soeharto dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Hasil survei menunjukkan sumber informasi tentang Soeharto cenderung bersumber dari materi akademik, sementara publik mengenal Gus Dur lebih banyak lewat media massa dan internet.

Founder Lembaga Survei KedaiKOPI, Hendri Satrio (Hensa), menyampaikan bahwa survei dilakukan pada 5-7 November 2025 menggunakan metode CASI. Survei ini tak hanya menggali sikap publik terhadap wacana penganugerahan gelar Pahlawan Nasional bagi kedua tokoh, tetapi juga menelusuri sumber informasi yang mempengaruhi persepsi masyarakat.

Sebanyak 24,7 persen responden menyatakan mengetahui Soeharto dari buku sejarah atau akademik, sedangkan 21,7 persen dari kurikulum pendidikan formal. Cerita langsung dari korban atau keluarga korban menempati urutan berikutnya (19,6 persen), disusul diskusi di media sosial (17,2 persen) dan pemberitaan media massa (16,8 persen).

Sebaliknya, persepsi publik tentang Gus Dur terbentuk terutama dari media massa (31,2 persen). Media sosial dan internet juga berperan penting dalam membentuk citra Gus Dur (24,2 persen), disusul buku sejarah atau akademik dengan persentase sama (24,2 persen).

Adapun cerita langsung dari keluarga atau korban mencapai 15,2 persen, dan pendidikan formal hanya 11,6 persen.

Menurut Hensa, perbedaan ini menunjukkan bahwa reputasi Gus Dur hidup dan tumbuh di ranah wacana publik modern, sedangkan Soeharto cenderung direkam dalam konteks sejarah dan pendidikan. Ia menilai informasi yang beragam menjadi dasar penting bagi masyarakat dalam menilai jasa keduanya.

“Jadi kalau Pak Harto itu lebih di dalam buku sejarah atau akademik, kurikulum pendidikan formal, tapi kalau untuk Pak Gus Dur paling banyak informasinya didapat dari media massa atau berita mainstream,” kata Hensa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *