JAKARTA – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menjatuhkan sanksi kepada tiga anggota dewan yang berstatus nonaktif, yaitu Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi Partai Nasdem, serta Eko Hendro Purnomo atau Eko Patrio dari Fraksi PAN.

Ketiganya dinyatakan melanggar kode etik dan dijatuhi hukuman pemberhentian atau penonaktifan sementara tanpa menerima hak keuangan, baik gaji maupun tunjangan anggota dewan.

Sementara itu, dua anggota lain yang juga diperiksa dalam sidang etik, yakni Adies Kadir dari Fraksi Golkar dan Surya Utama atau Uya Kuya dari Fraksi PAN, tidak dinyatakan melanggar kode etik.

Putusan tersebut dibacakan dalam sidang MKD DPR pada Rabu (5/11/2025), setelah sebelumnya alat kelengkapan dewan (AKD) tersebut memeriksa berbagai saksi dan ahli dalam sidang yang digelar pada Senin (3/11/2025).

Baca juga: Sahroni, Eko Patrio, dan Nafa Urbach Diputus Bersalah, Adies Kadir-Uya Kuya Tidak

Berdasarkan pantauan, proses persidangan pada Senin lalu berlangsung selama kurang lebih empat jam. MKD memanggil dan meminta keterangan para saksi serta ahli secara maraton dalam satu hari pemeriksaan.

Para pihak yang dimintai keterangan meliputi pejabat internal DPR, ahli media sosial, ahli hukum, ahli sosiologi, ahli kriminologi, analis perilaku, hingga wakil koordinator wartawan parlemen.

Kesaksian dan pandangan para ahli tersebut menjadi dasar pertimbangan MKD dalam melihat konteks dan dampak sosial atas tindakan para teradu.

Wakil Ketua MKD Adang Daradjatun menyampaikan bahwa masing-masing teradu menerima sanksi dengan tingkat berbeda.

“Teradu dua, Nafa Indria Urbach, terbukti melanggar kode etik. Menyatakan teradu dua nonaktif selama 3 bulan,” kata Adang, dalam sidang putusan.

Untuk Eko Patrio, yang berstatus teradu empat, MKD menjatuhkan sanksi nonaktif selama 4 bulan.

Sedangkan Sahroni, sebagai teradu lima, menerima sanksi paling berat dengan masa nonaktif 6 bulan.

“Menghukum teradu empat, Eko Hendro Purnomo, nonaktif selama 4 bulan berlaku sejak tanggal putusan ini dibacakan, yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP PAN,” kata Adang.

“Menghukum teradu lima, Ahmad Sahroni, nonaktif selama 6 bulan berlaku sejak putusan ini dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Nasdem,” sambung dia.

Selain itu, MKD menegaskan bahwa ketiganya diberhentikan sementara tanpa mendapatkan hak keuangan.

“Menyatakan teradu selama masa penonaktifan tidak mendapatkan hak keuangan,” ujar Adang.

Putusan berlaku sejak tanggal dibacakan dan dihitung sejak penonaktifan yang sebelumnya telah ditetapkan oleh masing-masing partai.

Pertimbangan Majelis MKD

Putusan tersebut dijatuhkan MKD berdasarkan sejumlah pertimbangan yang memberatkan dan meringankan bagi para teradu.

Wakil Ketua MKD Imran Amin mengatakan, kontroversi yang menimpa para anggota DPR tersebut berawal dari beredarnya informasi yang salah mengenai aksi berjoget anggota DPR sebagai bentuk selebrasi atas kenaikan gaji.

Isu tersebut memicu kemarahan publik yang meluas dan berujung pada gelombang kritik tajam di media sosial.

Menurut MKD, baik Nafa maupun Eko tidak memiliki niat untuk melecehkan publik. Namun, keduanya dinilai kurang mempertimbangkan sensitivitas situasi.

“Mahkamah berpendapat bahwa tidak terlihat niat teradu dua, Nafa Urbach, untuk menghina atau melecehkan siapapun,” kata Imran.

“Namun demikian, Nafa Urbach harus berhati-hati dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Harus lebih peka dalam melihat situasi dan konteks kondisi sosial,” sambung dia.

Terkait Eko Patrio, MKD menyoroti unggahan video parodi suara “horeg” yang muncul beberapa hari setelah kontroversi bergulir. Langkah itu dinilai sebagai respons yang kurang tepat.

“Seharusnya teradu IV Eko Hendro Purnomo cukup mengklarifikasi kepada publik bahwa berjoget bukan karena merayakan kenaikan gaji,” ujar Imran.

Sementara itu, Sahroni dinilai menggunakan pilihan kata yang tidak bijak saat merespons polemik yang berkembang, sehingga memicu kesan arogan di mata publik.

“Seharusnya teradu lima Ahmad Sahroni, menanggapi dengan pemilihan kalimat yang pantas dan bijaksana, tidak menggunakan kata-kata yang tidak pas,” ucap Imran.

Namun, MKD juga mempertimbangkan bahwa ketiganya turut menjadi korban penyebaran berita bohong. Dalam kasus Sahroni dan Eko Patrio, bahkan rumah keduanya sempat dijarah oleh sekelompok massa.

“Hal ini harus dipertimbangkan sebagai hal yang meringankan,” pungkas Imran.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *