Politik

Satu Tahun Kepemimpinan Prabowo, Hensa: Gap Komunikasi Presiden dengan Menteri Terlalu Jauh

  • October 23, 2025
  • 3 min read
Satu Tahun Kepemimpinan Prabowo, Hensa: Gap Komunikasi Presiden dengan Menteri Terlalu Jauh Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio dalam YouTube Hendri Satrio Official. (Dok. SS/ YouTube Hendri Satrio Official)

JAKARTA – Analis komunikasi politik Hendri Satrio menyoroti tantangan utama dalam satu tahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, yaitu kesenjangan yang cukup besar antara visi presiden dan pelaksanaan oleh para menterinya.

Menurutnya, kesenjangan ini menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi efektivitas pemerintahan.

“Jadi memang dalam satu tahun ini problem terbesarnya Pak Prabowo itu adalah gap yang cukup panjang antara dirinya dengan menteri-menteri. Jadi gapnya itu panjang betul,” ujar Hensa, sapaan akrabnya, kepada wartawan.

Ia menilai, Prabowo memiliki visi besar untuk memajukan Indonesia, sebagaimana tergambar dalam pidato pelantikannya yang menyinggung ketimpangan sosial.

Namun, visi ini belum selaras dengan kinerja menteri-menterinya. Ia melihat, hanya beberapa figur seperti Sjafrie Sjamsoeddin, Sufmi Dasco Ahmad, atau yang lebih muda seperti Sugiono, Teddy Indra Wijaya, Angga Raka Prabowo, Prasetyo Hadi, dan Sudaryono yang dinilai mampu menjalin komunikasi efektif dengan presiden.

“Selain orang-orang yang lama berada di lingkarannya, Prabowo terlihat tidak mudah menyelaraskan visi dan misi dengan yang anggota kabinet dari partai lain, bahkan mungkin takut mereka para menteri-menteri ini bicara dengan Prabowo untuk sekedar bertanya maksud dari programnya dan sebagainya,” ujar Hensa.

Salah satu dampak dari kurang selaras ini adalah komunikasi kebijakan yang kurang terkoordinasi. Hensa melihat banyak kebijakan yang belum final namun diumumkan dan dianulir, yang menurutnya menyebabkan kebingungan bagi masyarakat.

“Dampak dari kesenjangan itu ya salah satunya komunikasi, kita melihat sendiri kebijakan yang belum confirm itu banyak yang akhirnya diumumin lalu dibatalkan seperti case gas 3 kg, BBM yang wajib impor dari Pertamina, ini baru sedikit dan masih banyak lagi,” ungkap Hensa.

Hensa pun mengapresiasi bahwa di tahun pertama pemerintahannya, Prabowo mengakui akan keselerasan ini dan melakukan sejumlah perbaikan. Ia melihat, menugaskan Mensesneg Prasetyo Hadi sebagai juru bicara istana sekaligus membentuk Badan Komunikasi Pemerintah sebagai upaya memperbaiki koordinasi dan komunikasi di pemerintahan.

“Pada akhirnya, banyak hal memang harus diperbaiki tapi menurut saya satu tahun ini harusnya masa bulan madu-nya sudah selesai, dan Pak Prabowo perlahan memperbaiki itu, saya mengapresiasi penuh soal ini,” kata Hensa.

Terkait dengan perbaikan, selain perlunya memperkecil kesenjangan antara Prabowo dan para menterinya, Hensa juga mengingatkan akan peran Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Menurutnya, Gibran perlu diberi tanggung jawab lebih besar oleh Prabowo agar kontribusinya lebih signifikan dan tidak sekadar menjadi pelengkap di pemerintahan.

“Gibran itu sebagai wakil presiden, dia harus dipaksa untuk kerja. Harus dikasih kerjaan dia, kalau enggak buang-buang duit negara ini,” tegas Hensa.

Ia menambahkan bahwa Gibran harus benar-benar berkecimpung dalam pemerintahan, meskipun mungkin Prabowo enggan melibatkan wakil presiden secara penuh.

“Harus ada. Dan harus dipaksa dia berkecimpung di pemerintahan ini. Walaupun Pak Prabowo terlihat enggak ingin ia terlibat secara penuh, buatkan dia program apa saja yang membuatnya sibuk,” kata Hensa.

Hensa menegaskan bahwa peran Gibran harus lebih dari sekadar simbolis untuk memastikan anggaran negara yang besar untuk posisi wakil presiden tidak terbuang percuma.

“Kalau cuma jadi pelengkap tanpa kontribusi nyata, itu sama saja buang-buang duit negara,” tutup Hensa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *