Pakta Pertahanan Australia-Papua Nugini Diteken, Australia Bantu A$200 Juta
Australia dan Papua Nugini (PNG) secara resmi meneken perjanjian pertahanan komprehensif yang disebut Traktat Pukpuk pada Senin (6/10/2025). Pakta ini merupakan perjanjian keamanan bilateral pertama antara kedua negara dalam lebih dari 70 tahun terakhir. Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menekankan bahwa kesepakatan ini bertujuan untuk mengintegrasikan kerja sama militer kedua negara dan memperkuat posisi aliansi tradisional di kawasan Pasifik.
Penandatanganan perjanjian ini menandai babak baru yang dianggap Albanese sebagai “peningkatan yang sangat signifikan” dalam hubungan pertahanan kedua negara. Inti dari Traktat Pukpuk adalah komitmen pertahanan bersama, di mana kedua negara wajib saling membela jika salah satunya diserang oleh pihak ketiga.
Perdana Menteri PNG, James Marape, menyambut baik perjanjian tersebut, menegaskan bahwa keselamatan kedua negara saling terkait erat. Menurutnya, pakta ini memformalkan posisi yang masuk akal berdasarkan kedekatan sejarah dan geografi antara Australia dan negara tetangga yang memiliki populasi hampir 12 juta jiwa tersebut.
Salah satu poin terobosan utama dalam kesepakatan ini adalah dibukanya jalur untuk integrasi militer yang lebih erat. Perjanjian ini menyediakan peluang bagi warga negara PNG untuk mendaftar dan bergabung dengan angkatan bersenjata Australia.
Lebih jauh, tawaran ini disertai dengan insentif yang sangat menarik: warga PNG yang berhasil bergabung dengan militer Australia akan mendapatkan jalur khusus menuju kewarganegaraan Australia. Saat ini, pendaftaran di militer Australia secara eksklusif hanya dibuka bagi warga dari aliansi intelijen Five Eyes (AS, Inggris, Kanada, dan Selandia Baru).
Perjanjian ini tidak hanya berfokus pada pertahanan eksternal. Perjanjian Pukpuk juga mencakup spektrum keamanan yang luas, dengan penekanan pada peningkatan kapasitas keamanan dalam negeri PNG.
Australia telah berkomitmen untuk menggelontorkan bantuan senilai A$200 juta (atau setara dengan lebih dari Rp2 triliun) untuk pelatihan polisi dan peningkatan infrastruktur. Bantuan ini ditujukan untuk membantu PNG melipatgandakan jumlah petugas polisinya menjadi 10.000 personel.
Selain itu, bantuan ini juga akan meliputi dukungan terhadap sistem hukum PNG, sumber daya bagi para hakim, dan langkah-langkah untuk mengatasi kekerasan berbasis gender.
Penandatanganan pakta ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran negara-negara Barat atas perluasan pengaruh keamanan Tiongkok di kawasan Pasifik. Sejak 2019, Tiongkok telah aktif menawarkan kerja sama keamanan dan infrastruktur di negara-negara kepulauan Pasifik lainnya.
Menteri Pertahanan PNG, Billy Joseph, sebelumnya memperingatkan adanya upaya dari pihak “eksternal” untuk menggagalkan perjanjian ini, meskipun Marape menepis dugaan bahwa Tiongkok berperan dalam penundaan tersebut.
Marape menegaskan bahwa, meskipun menjalin kerja sama erat dengan Australia, negaranya “tetap mempertahankan hubungan baik dengan China dan negara lainnya,” menunjukkan upaya PNG untuk menjaga keseimbangan diplomatik regional.
Secara strategis, pakta ini mempertegas posisi Australia sebagai mitra keamanan utama di kawasan, kurang dari 200 km dari perbatasan utara Australia. Langkah ini dipandang sebagai upaya Canberra untuk menyeimbangkan dinamika geopolitik Pasifik dan memastikan keamanan regional tetap dipimpin oleh negara-negara Pasifik itu sendiri.