Nasional

Riset BRIN Ungkap Hanya 0,5% Air Tersedia di Permukaan IKN, Terancam Berebut Air Bersih

  • October 6, 2025
  • 3 min read
Riset BRIN Ungkap Hanya 0,5% Air Tersedia di Permukaan IKN, Terancam Berebut Air Bersih Sumber air bersih di IKN. Air di IKN sudah mengalir dan bisa langsung diminum. (Foto: Dok. Kementerian PUPR)

Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) menghadapi tantangan serius terkait ketahanan air bersih. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memaparkan hasil kajian yang mengindikasikan bahwa ketersediaan air di kawasan IKN jauh dari kondisi ideal untuk menopang kebutuhan sebuah kota modern.

Penelitian yang dilakukan BRIN menggunakan pendekatan artificial neural network (ANN) berbasis data satelit menunjukkan hasil yang mengkhawatirkan. Metode canggih ini memiliki tingkat akurasi hingga 97,7%, menjadikan temuannya sebagai acuan awal yang kredibel bagi perencanaan infrastruktur vital IKN.

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfera BRIN, Laras Tursilowati, menegaskan bahwa kondisi hidrologi IKN saat ini memerlukan perhatian serius dari para pemangku kebijakan, terutama dengan target menjadikan IKN sebagai ibu kota politik pada tahun 2028.

Hasil riset ini membagi komposisi kawasan IKN berdasarkan ketersediaan air. Dijelaskan Laras, hanya 0,5% dari total area yang merupakan air yang benar-benar tersedia di permukaan (misalnya sungai atau danau).

Sebagian besar air, sekitar 20%, tersimpan dalam vegetasi yang ada. Sementara sisanya, yaitu 79%, didominasi oleh kawasan non-air yang berupa lahan terbangun atau area yang tidak memiliki fungsi penampung air yang efektif.

“Angka [ketersediaan air permukaan] 0,5% ini tentu jauh dari ideal untuk menopang kebutuhan kota metropolitan,” ujar Laras, memberikan sinyal bahaya bagi keberlanjutan IKN.

Paradoks terjadi di Kalimantan. Laras menyoroti bahwa secara geografis, kawasan tersebut memiliki curah hujan yang cukup memadai. Namun, minimnya vegetasi penyerap dan keterbatasan infrastruktur penampung air menyebabkan air hujan banyak yang langsung hilang sebagai limpasan (runoff).

Oleh karena itu, meskipun telah terlihat upaya pembangunan danau buatan, volumenya dinilai masih sangat kecil untuk menjamin kebutuhan air jangka panjang kota yang akan menampung ribuan Aparatur Sipil Negara (ASN).

BRIN mengusulkan solusi mendesak berupa adopsi konsep tata kelola kota yang berorientasi lingkungan. Solusi utamanya adalah mengadopsi konsep sponge city atau kota spons, yang dirancang untuk menyerap dan menyimpan air hujan secara alami.

Konsep ini membutuhkan pembangunan infrastruktur hijau, area resapan, dan pengelolaan lahan terbuka yang tidak seluruhnya ditutup oleh beton dan aspal. Tujuannya adalah menangkap air hujan agar dapat dimanfaatkan kembali, bukan hanya lewat sebagai banjir sesaat.

Selain itu, pembangunan hutan kota di kawasan IKN juga dianggap krusial. Hutan kota berfungsi ganda sebagai penyangga ekologi, penyerap air hujan, sekaligus penambah kenyamanan termal, mengingat kawasan IKN saat ini masih terasa gersang dan panas.

Laras menekankan bahwa perbaikan ketersediaan air di IKN membutuhkan kolaborasi lintas disiplin ilmu dan sektor. Kajian hidrologi harus berjalan selaras dengan konservasi lahan dan perencanaan infrastruktur air yang terintegrasi.

“Ini bukan sekadar isu teknis, tapi menyangkut biaya besar yang harus dihitung secara matang,” tegasnya. BRIN berharap, pembangunan IKN tidak hanya fokus pada infrastruktur fisik, tetapi juga pada aspek ekologi yang menentukan keberlanjutan. BRIN memastikan riset berbasis satelit akan terus dilakukan untuk memantau perkembangan IKN selama 5-10 tahun ke depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *